Jumat, 27 Juni 2014

"Translasi Mata Uang Asing"

MAKALAH
"Translasi Mata Uang Asing"
Akuntansi Internasional
Disusun Oleh :
Anggota Kelompok  ( 4 EB 20 )
Dosen : Dini Yartiwulandari
·        Andri Kevin Akbar                    (2A213111)
·        Iwan Setiawan                          (23210691)
·        Iwan Setiawan                         (23210690)
·        Krisna Febriantoro                   (23210922)
·        Mikhael Kristian                        (24210401)
·        Nurman Imanuddin                 (25210188)
·        Ryan Alfa Devota                     (2A213142)

UNIVERSITAS GUNADARMA
BEKASI
2014
A.   PENGERTIAN TRANSLASI
Translation adalah proses pernyataan kembali informasi laporan keuangan dari satu mata uang ke mata uang lain. Isu kurs dikombinasikan dengan berbagai methode translasi yang dapat digunakan dan perlakuan “Laba/Rugi” translasi yang berbeda membuat perbandingan hasil-hasil laporan keuangan dari satu perusahaan ke perusahaan lain atau perusahaan yang sama dalam periode yang berbeda menjadi hal yang sulit.

Translasi mata uang asing dilakukan untuk mempersiapkan laporan keuangangabungan yang memberikan laporan pada pembaca informasi mengenai operasional perusahaan secara global, dengan memperhitungkan laporan keuangan mata uang asing dari anak perusahaan terhadap mata uang asing induk perusahaan.

Tiga alasan tambahan dilakukannya translasi mata uang asing, yaitu:
1.   mencatat transaksi mata uang asing;
2.   memperhitungkan efeknya perusahaan terhadap translasi mata uang; dan
3.   berkomunikasi dengan peminat saham asing.

B.  PENGARUH ALTERNATIF KURS TRANSLASI TERHADAP LAPORAN KEUANGAN.
Dalam melakukan translasi saldo dalam mata uang asing menjadi mata uang domestik dapat digunakan 3 nilai tukar yaitu antara lain : 
a.    Kurs kini (current) 
b.    Kurs historis (historical) 
c.    Kurs rata-rata (average) 

Harus dapat dibedakan antara keuntungan dan kerugian translasi (translation) dan keuntungan dan kerugian transaksi (transaction) dimana keduanya merupakan keuntungan dan kerugian akibat nilai tukar. 


Dari dua jenis penyesuaian transaksi, keuntungan dan kerugian atas transaksi yang terselesaikan, timbul ketika nilai tukar yang digunakan untuk mencatat transaksi pada awalnya berbeda dengan nilai tukar yang digunakan saat penyelesaian. Jenis dua penyesuaian transaksi adalah keuntungan dan kerugian dari transaksi yang belum terselesaikan timbul ketika laporan keuangan disusun sebelum suatu transaksi diselesaikan. Namun demikian hingga utang mata uang asing tersebut benar-benar dilunasi, kerugian nilai tukar belum direalisasi ini memiliki sifat yang sama dengan kerugian translasi karena berasal dari proses penyajian ulang. Perbedaan dalam kurs nilai tukar yang timbul pada tanggal yang berbeda menyebabkan berbagai jenis penyesuaian nilai tukar.

C.  EFEK LAPORAN KEUANGAN TERHADAP KURS ALTERNATIF TRANSLASI MATA UANG ASING
Tiga kurs translasi yang digunakan untuk mentranslasikan neraca mata uang asing terhadap mata uang domestic, yaitu:
1.   Kurs saat ini; kurs yang berlaku pada tanggal laporan keuangan.
2.   Kurs historis; translasi mata uang yang berlaku saat asset dengan mata uang pertama kali didapatkan atau saat kewajiban dengan mata uang asing pertama kali muncul.
3.   Kurs rata-rata; nilai rata-rata biasa atau dengan pembobotan baik pada kurs historis atau saat ini.

D.  METODE DALAM TRANSLASI MATA UANG ASING
Perusahaan yang beroperasi secara internasional menggunakan berbagai metode untuk menyatakan laporan keuangannya dalam mata uang asing menjadi mata uang domestik. Metode translasi ini  terdiri dari dua jenis yaitu :
1.   Metode Kurs Tunggal 
Kurs terkini atau kurs penutupan untuk seluruh aktiva dan kewajiban lancar. Pendapatan  dan beban dalam mata uang asing umumnya ditranslasikan dengan menggunakan kurs nilai tukar yang berlaku pada saat pos-pos tersebut diakui. Umumnya ditranslasikan dengan menggunakan rata-rata tertimbang kurs nilai tukar yang tepat untuk periode tersebut.
Berdasarkan metode kurs kini, laporan konsolidasi tetap mempertahankan hubungan laporan keuangan perusahaan secara individu pada awalnya (seperti rasio keuangan) pada saat seluruh pos-pos laporan keuangan dalam mata uang asing ditranslasikan dengan menggunakan satu kurs tunggal.

Metode kurs kini mengasumsikan bahwa seluruh aktiva dalam mata uang lokal menghadapi risiko nilai tukar karena kurs nilai kini mengubah seluruh aktiva kini luar negeri setiap terjadi perubahan nilai tukar. Nilai persediaan dan aktiva tetap didukung oleh inflasi lokal.Dengan mentranslasikan seluruh saldo dalam mata uang asing dengan menggunakan kurs kini menghasilkan keuntungan dan kerugian translasi setiap kali terjadi perubahan kurs nilai tukar. Kebanyakan keuntungan dan kerugian ini tidak akan pernah direalisasi penuh.

2.   Metode Kurs Berganda
Metode ini menggabungkan kurs nilai tukar historis dan kurs nilai tukar kini dalam proses translasi. Metode ini terbagi atas tiga metode yaitu :
a)   Metode kini - non kini. 
b)   Metode Moneter - non moneter .
c)   Metode temporal.

a.   Metode kini - non kini (lancar-tidak lancar) 
Aktiva lancar dan kewajiban lancar anak perusahaan luar negeri ditranslasikan ke dalam mata uang pelaporan induk perusahaannya berdasarkan kurs kini. Aktiva dan kewajiban tidak lancar ditranslasikan berdasarkan kurs historis. Pos-pos laporan laba rugi (kecuali depresiasi dan amortisasi) ditranslasikan sebesar kurs rata-rata yang berlaku. Beban depresiasi dan amortisasi ditranslasikan sebesar kurs historis yang tercatat saat aktiva tersebut diperoleh.Metode ini tidak mempertimbangkan unsur ekonomis.

b.   Metode Moneter - Non Moneter 
Menggunakan skema klasifikasi neraca untuk menentukan kurs klasifikasi translasi yang tepat. Aktiva dan kewajiban moneter ditranslasikan berdasarkan kurs kini. Pos - pos non moneter  aktiva tetap investasi  jangka panjang dan persediaan investor di translasikan dengan menggunakan kurs historis. Pos - pos laporan laba rugi di translasikan dengan menggunakan prosedur yang sama dengan konsep kini - non kini.

Metode ini melihat bahwa aktiva dan kewajiban menghadapi risiko mata uang asing. Metode moneter-nonmoneter bergantung pada klasifikasi skema neraca untuk menentukan kurs translasi yang tepat. Hal ini dapat menghasilkan hasil yang kurang tepat. Metode ini mentranslasikan seluruh aktiva nonmoneter berdasarkan kurs historis,yang tidak cukup memadai untuk aktiva yang dinyatakan sebesar nilai pasar kininya (seperti investasi dalam surat berharga dan persediaan dan aktiva tetap yang nilainya diturunkan menjadi sebesar nilai pasar). Metode ini juga akan mendistorsikan marjin laba karena menandingkan penjualan berdasarkan harga dan kurs translasi kini dengan biaya penjualan yang diukur sebesar biaya perolehan dan kurs translasi historis.

c.   Metode Temporal 
Translasi mata uang merupakan proses konversi pengukuran atau penyajian ulang niai tertentu. Metode ini tidak mengubah atribut suatu pos yang diukur, melainkan hanya mengubah unit pengukuran. Translasi saldo-saldo dalam mata uang asing menyebabkan pengukuran ulang dominasi pos-pos tersebut, tetapi bukan penilaian sesungguhnya. Kas diukur berdasarkan jumlah yang dimiliki pada tanggal neraca. Piutang dan utang dinyatakan sebesar jumlah yang diperkirakan akan diterima atau akan dibayarkan pada saat jatuh temponya. Aktiva dan kewajiban lain-lain diukur sebesar harga uang saat pos-pos tersebut diakuisisi atau terjadi (harga historis). Namun demikian, beberapa pos diukur sebesar harga yang terjadi per tanggal laporan keuangan (harga kini), seperti persediaan berdasarkan aturan mana yang lebih rendah antara biaya perolehan atau harga pasar. 

Berdasarkan metode temporal, pos-pos moneter seperti kas, piutang dan utang ditranslasikan berdasarkan kurs kini. Pos-pos pendapatan dan beban ditranslasikan sebesar kurs yang terjadi pada saat transaksi berlangsung. Metode temporal memiliki keuntungan dan kerugian yang sama dengan metode moneter nonmoneter karena sengaja mengabaikan inflasi local, metode ini memiliki keterbatasan dengan metode translasi lain.Akuntansi biaya historis juga mengabaikan inflasi.

Ketiga metode yang digunakan yaitu pertama metode kurs kini-non kini dan moneter-non moneter di gunakan dalam mengindentifikasi aktiva dan kewajiban manakah yang beresiko atau dapat dilindungi dari resiko mata uang asing. 

Metode kurs kini mengasumsikan bahwa seluruh operasi luar negeri menghadapi risiko mata uang asing karena seluruh aktiva dan kewajiban ditranslasikan dengan menggunakan kurs nilai tukar akhir tahun. 

Metode kini-nonkini mengasumsikan hanya aktiva dan kewajiban lancar yang sangat beresiko, sedangkan metode moneter-nonmoneter mengasumsikan bahwa aktiva dan kewajiban moneter yang beresiko.

Metode temporal dirancang unutk mempertahankan dasar teori pengukuran akuntansi yang digunakan dalam menyusun laporan keuangan yang hendak ditranslasikan.

E.  PENGEMBANGAN AKUNTANSI TRANSLASI MATA UANG ASING
Beberapa perspektif historis tentang akuntansi translasi mata uang asing di Negara Amerika, sebagai berikut:
1)     Pra-1965
Praktik translasi mata uang asing masih dipandu oleh BAB 12 dari Accounting Research Bulletin No. 43.
2)     1965-1975
Translasi mata uang asing seluruh pembayaran dan penerimaan mata uang asing pada kurs saat ini diperbolehkan setelah Accounting Principles Board Opinion No. 6 dikeluarkan pada tahun 1965.
3)   1975-1981
FASB mengeluarkan FAS No. 8 pada tahun 1975.

4)   1981-Sekarang
FASB mengeluarkan Satetement of Financial Accounting Standards No. 52 pada tahun 1981.

SUMBER :


Minggu, 15 Juni 2014

Pilpres 2014


PEMILU di Indonesia

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pemilihan umum (pemilu) di Indonesia pada awalnya ditujukan untuk memilih anggota lembaga perwakilan, yaitu DPR, DPRD, dan DPD. Setelah amandemen ke-IV UUD 1945 pada 2002, pemilihan Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres), yang semula dilakukan oleh MPR, disepakati untuk dilakukan langsung oleh rakyat sehingga pilpres pun dimasukan ke dalam rezim pemilihan umum. Pilpres sebagai bagian dari pemilihan umum diadakan pertama kali pada pemilu 2004. pada 2007, berdasarkan UU No.22 Tahun 2007, pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah (Pilkada) juga dimasukan sebagai bagian dari rezim pemilihan umum. Ditengah masyarakat, istilah “pemilu” lebih sering merujuk kepada pemilu legislatif dan pemilu presiden dan wakil presiden yang diadakan lima tahun sekali.

Pemilihan umum telah dianggap menjadi ukuran demokrasi karena rakyat dapat berpartisipasi menentukan sikapnya terhadap pemerintahan dan negaranya. Pemilihan umum adalah suatu hal yang penting dalam kehidupan kenegaraan. Pemilu adalah pengejewantahan sistem demokrasi, melalui pemilihan umum rakyat memilih wakilnya untuk duduk dalam parlemen, dan dalam struktur pemerintahan. Ada negara yang menyelenggarakan pemilihan umum hanya apabila memilih wakil rakyat duduk dalam parlemen, akan tetapi adapula negara yang juga menyelenggarakan pemilihan umum untuk memilih para pejabat tinggi negara.

Umumnya yang berperan dalam pemilu dan menjadi peserta pemilu adalah partai-partai politik. Partai politik yang menyalurkan aspirasi rakyat dan mengajukan calon-calon untuk dipilih oleh rakyat melalui pemilihan itu. Dalam ilmu politik dikenal bermacam-macam sistem pemilihan umum, akan tetapi umumnya berkisar pada dua prinsip pokok, yaitu: singel member constituency (satu daerah pemilihan memilih satu wakil, biasanya disebut sistem distrik). Multy member constituenty (satu daerah pemilihan memilih beberapa wakil; biasanya dinamakan proporsional representation atau sistem perwakilan berimbang).

B. Rumusan Masalah
Salah satu aspek yang menentukan keberhasilan pemilikhan umum yang bisa memberikan kontribusi bagi sistem politik yang demokratis, dan efektif yang sedang giat-giatnya dilaksanakan adalah sistem proses pemilihan umum yang luber, yang matang mengenai sistem pemilu proporsional dan pemehaman yang luas dari pemerintah. Berdasarkan pernyataan ini maka rumusan masalah yang dikemukakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Bagaimanakah sistem pemilu proporsional?
2. Faktor-faktor apa yang menmjadi kelebihan dan kekurangan pada pemilu sistem proporsiona?

BAB II
PEMBAHASAN

2. Pengertian Sistem
Sebuah sistem pada dasarnya adalah suatu organisasi besar yang menjalin berbagai subjek atau objek serta perangkat kelembagaan dalam suatu tatanan tertentu. Subjek atau objek pembentuk sebuah sistem dapat berupa orang-orang atau masyarakat. Kehadiran subjek atau objek semata belumlah cukup untuk membentuk sebuah sistem, itu baru merupakan himpunan subjek atau objek. Himpunan subjek atau objek tadi baru membentuk sebuah sistem jika lengkap dengan perangkat kelembagaan yang mengatur dan menjalin tentang bagaimana subjek-objek bekerja, berhubungan dan berjalan.

Sebuah sistem sederhana apapun senantiasa mengandung kadar kompleksitas tertentu. Dari uraian diatas cukup jelas bahwa sebuah sistem bukan sekedar himpunan suatu subjek atau himpunan suatu objek. Sebuah sistem adalah jalinan semua itu, mencakup objek dan perangkat-perangkat kelembagaan yang membentuknya. Selanjutnya perlu disadari bahwa, seringkali suatu sistem tidak bisa berdiri sendiri, melainkan terkait dengan sistem yang lain.

3. Pemilihan Umum
a. Makna Pemilu
Makna pemilihan umum yang paling esensial bagi suatu kehidupan politik yang demokratis adalah sebagai institusi pergantian dan perebutan kekuasaan yang dilakukan dengan regulasi, norma, dan etika sehingga sirkulasi elite politik dapat dilakukan secara damai dan beradab.

Lembaga itu adalah produk dari pengalaman sejarah umat manusia dalam mengelola kekuasaan. Suatu fenomena yang mempunyai daya tarik dan pesona luar biasa. Siapapun akan amat mudah tergoda untuk tidak hanya berkuasa, tetapi akan mempertahankan kekuasaan yang dimilikinya. Sedemikian mempesonanya daya tarik kekuasaan sehingga tataran apa saja kekuasaan tidak akan diserahkan oleh pemilik kekuasaan tanpa melalui perebutan atau kompetisi.

Selain mempesona, kekuasaan mempunyai daya rusak yang dahsyat. Kekuatan daya rusak kekuasaan melampaui nilai-nilai yang terkandung dalam ikatan-ikatan etnis, ras, ikatan persaudaraan, agama dan lainnya. Transformasi dan kompetisi merebutkan kekuasaan tanpa disertai norma, aturan, dan etika; nilai-nilai dalam ikatan-ikatan itu seakan tidak berdaya menjinakan kekuasaan. Daya rusak kekuasaan telah lama diungkap dalam suatu adagium ilmu politik, power tends to corrupt, absolute power tends to corrupt absoluteny.

Pemilu 2004 adalah pemilu kedua dalam masa transisi demokrasi. Pemilu mendatang diharapkan dapat menjadi pelajaran dan pengalaman berharga untuk membangun suatu institusi yang dapat menjamin transfer of power dan power competition dapat berjalan secara damai dan beradab. Untuk itu, pemilu 2004 harus diatur dalam suatu kerangka regulasi dan etika yang dapat memberi jaminan agar pemilu tidak saja dapat berlangsung secara jujur dan adil, tetapi juga dapat menghasilkan wakil-wakil yang kredibel, akuntabel, dan kapabel serta sanggup menerima kepercayaan dan kehormatan dari rakyat, dalam mengelola kekuasaan yang dipercayakan kepada mereka untuk mewujudkan kesejahteraan umum.

Agar pemilu 2004 dapat menjadi anggeda pelembagaan proses politik yang demokratis, diperlukan kesungguhan, terutama dari anggota parlemen, untuk tidak terjebak dalam permainan politik yang oportunistik, khususnya dalam memperjuangkan agenda subjektif masing-masing. Orientasi sempit dan egoisme politik harus dibuang jauh-jauh.

Kerangka hukum perlu didukung niat politik yang sehat sehingga regulasi bukan sekedar hasil kompromi politik oportunistik dari partai-partai besar untuk menjaga kepentingannya. Bila hal itu yang terjadi, dikhwatirkan hasil pemilu akan memperkuat oligarki politik. Karena itu, partisipasi masyarakat amat diperlukan. Bahkan, tekanan publik perlu dilakukan agar kerangka hukum yang merupakan aturan permainan benar-benar menjadi sarana menghasilkan pemilu yang demokratis. Untuk itu, perlu diberikan beberapa catatan mengenai perkembangan konsensus politik dari peraturan kepentingan di parlemen serta saran mengenai regulasi penyelenggaraan pemilu yang akan datang.

Pertama, diperlukan penyelenggaraan pemilu yang benar-benar independen. Parsyaratan ini amat penting bagi terselenggaranya pemilu yang adil dan jujur. Harapan itu tampaknya memperlihatkan tanda-tanda akan menjadi kenyataan setelah pansus pemilu menyetujui bahwa kondisi pemilihan umum (KPU) benar-benar menjadi lembaga independen dan berwewenang penuh dalam menyelenggarakan pemilu. Sekretariat KPU yang semula mempunyai dua atasan: untuk urusan operasional bertanggung jawab kepada KPU, telah disatukan dalam struktur yang tidak lagi bersifat dualistik. Struktur yang sama diterapkan pula ditingkat propinsi serta kabupaten dan kota.

Kedua, kesepakatan mengenai sistem proporsional terbuka, kesepakatan partai-partai menerima sistem pemilu proporsional terbuka adalah suatu kemajuan. Sejak semula, sebenarnya argumen kontra terhadap sistem proporsional terbuka dengan menyatakan sistem ini terlalu rumit gugur dengan sendirinya.

Begitu suatu masyarakat atau bangsa sepakat memilih sistem demokrasi, saat itu harus menyadari bahwa mewujudkan tatanan politik yang demokratis itu selain rumit, diperlukan kesabaran melakukan pendidikan politik bagi rakyat. Sebab, partai politik bukan saja instrumen untuk melakukan perburuan kekuasaan, tetapi juga institusi yang mempunyai tugas melakukan pendidikan dan sosialisasi politik kepada masyarakat.
Ketiga, pengawasan terhadap penyelenggaraan pemilu supaya kebih efektif dari pemilu 2004. Caranya antara lain, agar pengawas pemilu selain terdiri dari aparat penegak hukum dan KPU, juga melibatkan unsur-unsur masyarakat. Selain itu, perlu semacam koordinasi diantara lembaga pemantau dan pengawas pemilu sehingga tidak tumpang tindih. Pengawasan dilakukan terhadap seluruh tahapan kegiatan pemilu. Tugas lembaga pengawas adalah menampung, menindak lanjuti, membuat penyilidikan dan memberi saksi terhadap pelanggaran pemilu.

Keempat, Money politics mencegas habis-habisan permainan uang dalam pemilu mendatang amat penting sekali. Upaya itu amat perlu dilakukan mengingat money politics dewasa ini telah merebak luas dan mendalam dalam kehidupan pilih memilih pemimpin mulai dari elite politik sampai dibeberapa organisasi sosial dan kemahasiswaan. Karena itu, kontrol terhadap dana kampanye harus lebih ketat. Misalnya, Batasan sumbangan berupa uang, mengonversikan utang dan sumbangan barang dalam bentuk perhitungan rupiah, dilarang memperoleh bantuan dari sumber asing dan APBN/APBD lebih-lebih sumber ilegal dan tentu saja hukuman pidana yang tegas dan setimpal bagi para pelanggarannya.

Kelima, pendidikan politik perlu segera dilakukan baik oleh organisasi masyarakat dan partai politik. Bagaimanapun, pemilihan mendatang mengandung unsur-unsur baru serta detail-detail yang sangat perlu diketahui oleh masyarakat.

b. Pemilih dan Hak Pilih
Persyaratan mendasar dari pemerintahan perwakilan daerah adalah bahwa rakyat mempunyai peluang untuk memilih anggota dewan yang memegang peranan dan bertanggung jawab dalam proses pemerintahan. Masken Jie (1961) berpendapat bahwa pemilihan bebas, walaupun bukan puncak dari segalanya, masih merupakan suatu cara yang bernilai paling tinggi, karena belum ada pihak yang dapat mencipatakan suatu rancangan politik yang lebih baik dari cara tersebut untuk kepentingan berbagai kondisi yang diperlukan guna penyelenggaraan pemerintahan dalam masyarakat manapun. Pertama, pemilihan dapat menciptakan suatu suasana dimana masyarakat mampu menilai arti dan manfaat sebuah pemerintahan. Kedua, pemilihan dapat memberikan suksesi yang tertib dalam pemerintahan, melalui transfer kewenangan yang damai kepada pemimpin yang baru ketika tiba waktunya bagi pemimpin lama untuk melepaskan jabatannya, baik karena berhalanga tetap atau karena berakhirnya suatu periode kepemimpinan.

Pada sistem pemerintahan nonperwakilan daerah, peranan warga daerah terbatas pada hal-hal yang relatif tidak terorganisasi dan tidak langsung dalam urusan pemerintahan daerahnya. Rakyat harus memainkan peranan yang aktif dan langsung jika pemerintahan perwakilan diinginkan untuk menjadi dinamis dan bukan merupakan proses statis. Ada banyak kepentingan dan pengaruh warga daerah untuk melibatkan diri dalam proses pemerintahan daerah, tetapi yang paling mendasar adalah melalui pemilihan para wakilnya dalam kepemimpinan daerah.

c. Hak Untuk Memilih
Suatu hak pilih yang umum merupakan dasar dari pemerintahan perwakilan dan pengembangannya diberbagai negara merupakan fenomena yang paling penting dalam kaitannya dengan pemerintahan perwakilan daerah yang modern. Pada abad 19, banyak negara belum mempunyai proses pemilihan untuk posisi-posisi pada pemerintahan daerah. Di negara lainnya, hak untuk memilih seringkali dibatasi pada sejumlah kecil penduduknya. Namun perkembangan selama satu abad terakhir ini menunjukan adanya kemajuan yang berarti dalam mengalihkan hak dari beberapa orang saja menjadi hak bagi semua, atau lebih tepat lagi berupa hak bagi hampir semua, karena pada sistem hak pilih yang paling luas pun masih ada beberapa diantaranya yang tidak memenuhi syarat untuk memilih.
Dalam banyak hal, hak untuk memilih bagi perwakilan pada lembaga daerah terbatas pada satu orang yang merupakan warga daerah tersebut. Namun pengecualiannya dapat dijumpai pada persemakmuran Inggris yang hukum kewarganegaraannya menyatakan bahwa warga negara dalam persemakmuran manapun dapat memilih di Inggris Raya, bila ia dinayatakan memenuhi syarat (HMSO, 1965). Dewasa ini sudah menjadi fenomena yang umum untuk memberikan hak pilih kepada seseorang yang sudah mencapai “umur yang bertanggung jawab”. Ada dua persyaratan lain yang sering diungkapkan dalam cara yang agak negatif. Diketahui bahwa sudah menjadi hal yang biasa disetiap negara untuk menghapus hal pilih dari mereka yang tidak waras atau catat mental dan mereka yang sedang menjalani hukuman penjara. Demikian pula, ada beberapa negara yang tidak membolehkan warganya yang telah menjalani masa tahanan dalam penjara selama waktu yang cukup lama untuk ikut memilih. Di indonesia, mereka yang dihukum diatas lima tahun tidak diperkenankan mengikuti pemilihan umum.

d. Pemilu Sistem Proporsional
Umumnya ada dua sistem pelaksanaan pemilihan umum yang dipakai, yaitu: pemilu sistem distrik dan pemilu sistem proporsional. Namun yang akan dibahas penulis ialah pemilu sistem proporsional.

Sistem ini perjumlah penduduk pemilih misalnya setiap 40.000 penduduk pemilih memperoleh satu wakil (suara berimbang), sedangkan yang dipilih adalah sekelompok orang yang diajukan kontekstan pemilu (multy member constituency), sehingga wakil dan pemilih kurang akrab. Tetapi sisah dapat digabung secara nasional untuk kursi tambahan, dengan begitu partai kecil dapat dihargai tanpa harus beraliansi, karena suara pemilih dihargai. Indonesia berada ditengah-tengah sistem ini (sistem campuran) dalam pemilihan selama orde baru, tetapi sedikit cenderung agak mirip pada sistem proporsional.

e. Kelemahan dan Kelebihan Sistem Proporsional
Kelemahan
1. Sistem ini mempermudah fragmentasi partai dan timbulnya partai-partai baru. Sistem ini tidak menjurus kearah integrasi bermacam-macam golongan dalam masyarakat, mereka lebih cenderung lebih mempertajam perbedaan-perbedaan yang ada dan kurang terdorong untuk mencari dan memanfaatkan persamaan-persamaan. Umumnya diaggap bahwa sistem ini mempunyai akibat memperbanyak jumlah partai;
2. Wakil yang terpilih merasa dirinya lebih terikat kepada partai dan kurang merasakan loyalitas kepada daerah yang telah memilihnya. Hal-hal semacam ini partai lebih menonjol perannya dari pad kepribadian seseorang. Hal ini memperkuat kedudukan pimpinan partai.
Kelebihan
1. Partai politik bisa leluasa menentukan siapa yang bakal calon.
2. integritas secara citra partai lebih “solid” karana para pemilih mendukung atau mencoblos partai politik serta calonnya.
3. pencalonan perempuan okeh partai politik sebagai anggota legislatif sebanyak 30 %.

BAB III
PENUTUP


Kesimpulan
Dalam ilmu politik dikenal bermacam-macam sistem pemilu, akan tetapi umumnya ada dua prinsip pokok yaitu: sistem distrik dan sistem proporsional, namun pada pemilu 2009 menggunakan sistem pemilu proporsional. Sebagai catatan penutup perlu dikemukakan, perjalanan yang akan ditempuh bangsa Indonesia dalam mengukir demokrasi masih amat panjang dan melelahkan. Kebiasaan melakukan pergantian kekuasaan dan sirkulasi elite penguasa yang reguler, aman dan beradab hanya dapat dilakukan melalui serangkaian pemilu yang jujur dan adil.

Politik merupakan kualitas yang paling penting untuk membangkitkan dan mengorganisasikan minat dan partisipasi rakyat dalam penyelenggaraan pemerintahan ditingkat daerah. Pada unit pemerintahan yang lebih besar, politik memegang peranan penting dalam proses pemerintahan perwakilan. Untuk mewujudkan aspirasi masyarakat guna mewujudkan good governance. Dalam rangka hal tersebut, diperlukan pengembangan dan penerapan sistem pertanggung jawaban yang tepat, jelas dan nyata sehingga penyelenggaraan pemerintah dan pembangunan dapat berlangsung secara berdaya guna, berhasil guna, bersih dan bertanggung jawab serta bebas KKN.

review jurnal akuntansi internasional


review jurnal akuntansi internasional

PENDAHULUAN
a.       Motivasi : Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) mencanangkan bahwa Standar akuntansi internasional (IFRS) akan mulai berlaku di Indonesia pada tahun 2012 secara keseluruhan atau full adoption (sumber: Ikatan Akuntan Indonesia, 2009). Pada tahun 2012 tersebut diharapkan Indonesia sudah mengadopsi keseluruhan IFRS, sedangkan khusus untuk perbankan diharapkan tahun 2010. Dengan pencanangan tersebut timbul permasalahan mengenai sejaumana adopsi IFRS dapat diterapkan dalam Laporan Keuangan di Indonesia, bagaimana sifat adopsi yang cocok apakah adopsi seluruh atau sebagian (harmonisasi), dan manfaat bagi perusahaan yang mengadopsi khususnya dan bagi perekonomian Indonesia pada umumnya, serta bagaimana kesiapan Indonesia untuk mengadopsi IFRS, mungkinkah tahun 2012 Indonesia mengadopsi penuh IFRS?
b.     Tujuan   : Tujuan dari jurnal ini adalahmengetahui bagaimana “PERKEMBANGAN STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN INDONESIA MENUJU INTERNATIONAL FINANCIAL REPORTING STANDARDS”

3.     TINJAUAN PUSTAKA
·        Achmad, Fahmi. 2008. Bank wajib terapkan revisi PSAK pada 2010.  Bisnis Indonesia. http://web.bisnis.com/edisi-cetak/edisi harian/keuangan/1id39361.html
·        American Institute Certified Public Accountants. 2008.IFRS: An AICPA (American Institute Certified Public Accountants) Background. Newyork. www.IFRS.com. 1 April 2009.
·        American Institute Certified Public Accountants. 2008. IFRS Primer for Audit Committees. Newyork. www.IFRS.com. 1 April 2009.
·        Ashbaugh and Pincus. 1999. “Domestic Accounting Standard, International Accounting Standards, and The Predictability of Earning”.
·        Barth, Landsman and Lang.  2005. “International Accounting Standards and Accounting Quality”.Journal of Accounting.
·        Basir, Syarief. 2008. Adopsi Standar Auditing dan Assurance Internasional, Sudah Sampai Dimana?.Majalah Akuntan Indonesia edisi No. 6 Tahun II Maret 2008.
·        Belkaoui, Ahmed, 1998, Accounting Theory, Penerjemah Marwata, dkk., Salemba Empat, Jakarta.
·        Choi, Frederich, D.S.Frost, Carol A. and Meek, Gary K. 1999. “International Accounting”. Prentice Hall, Upper Saddle River, NY.
·        Choi & Mueller. 1998. Akuntansi Internasional.Salemba Empat. Jakarta.
·        Delloitte News Letter. 2007. IFRS Convergence Planning. The Standards Up Date, Vol.1. 24 September 2007. www.auditmepost.blogspot.com. (Desember 2008).
·        Hardi. 2008. SPAP, kapan full adoption ke ISA ? www.auditmepost.blogspot.com (Desember, 2008
·        Hardi. 2008. 3 PSAK revisian DSAK-IAI berlaku efektif sejak 1 Januari 2008. Sudah siapkah Anda ?http://web.bisnis.com/edisi-cetak/edisi-harian/keuangan/ 1id39361.html, (Februari, 2009).
·        Hendricksen, Eldon S. (Marianus Sinaga, Editor), 1996, Teori Akuntansi, Edisi 4, Salemba Empat, Jakarta.
·        Hung and Subramanyan. 2004. “Financial Statement Effects of Adoption International Accounting Standards: The Case of Germany”. Working Paper, University of Southern Carolina.
·        Ikatan Akuntan Indonesia (IAI). 1999. Standar Akuntansi Keuangan, Salemba Empat. Jakarta.
·        Ikatan Akuntan Indonesia (IAI). 2009. Program Konvergensi IFRS 2009. www.iaiglobal.or.id. 3 April 2009.
·        Ikatan Akuntan Indonesia. 2008. Prinsip Akuntansi: Sejarah SAK. www.iaiglobal.or.id
·        International Accounting Standards Committee. 1999.International Accounting Standards 1999.
4.     Simpulan, keterbatasan, Implikasi:
Adapun kesimpulan dari jurnal ini adalah:
a.     Standar Akuntansi Keuangan Indonesia perlu mengadopsi IFRS karena kebutuhan akan info keuangan yang bisa diakui secara global untuk dapat bersaing dan menarik investor secara global. 
b.     Saat ini, adopsi yang dilakukan oleh PSAK Indonesia sifatnya adalah harmonisasi, belum adopsi secara utuh, namun indonesia mencanangkan akan adopsi seutuhnya IFRS pada tahun 2012.  Adopsi ini wajib diterapkan terutama bagi perusahaan publik yang bersifat multinasoinal, untuk perusahaan non publik yang bersifat lokal tidak wajib diterapkan.
c.      Perlu dipertimbangkan lebih jauh lagi sifat adopsi apa yang cocok diterapkan di Indonesia, apakah adopsi secara penuh IFRS atau adopsi IFRS yang bersifat harmonisasi yaitu mengadopsi IFRS disesuaikan dengan kondisi ekonomi, politik, dan sistem pemerintahan di Indonesia. Adopsi secara penuh IFRS akan meningkatkan keandalan dan daya banding informasi laporan keuangan secara internasional, namun adopsi seutuhnya akan bertentangan dengan sistem pajak pemerintahan Indonesia atau kondisi ekonomi dan politik lainnya.  Hal ini merupakan rintangan dalam adopsi sepenuhnya IFRS di Indonesia.
d.     Untuk mencapai adopsi seutuhnya (full adoption) pada 2012, tantangan terutama dihadapi oleh  kalangan akademisi dan perusahaan di Indonesia. Jika ingin full adoption IFRS pada tahun 2012, berarti sebelum tahun 2012  kalangan akademisi khususnya bidang akuntansi harus siap terlebih dahulu terhadap perubahan ini dengan cara melakukan penyesuaian terhadap kurikulum, silabi, dan literatur. Penyesuaian terhadap perubahan ini memerlukan waktu dan usaha yang keras, karena penyesuaian terhadap peraturan yang baru menyangkut banyak aspek dan bukanlah hal yang dapat terjadi dalam waktu yang singkat. Bagi perusahaan atau organisasi, perubahan dilakukan terutama oleh perusahaan go publik atau perusahaan multinational yang melakukan transaksi dan berinteraksi dengan perusahaan lainnya secara international.
e.      Adopsi seutuhnya (full adoption terhadap IFRS, berarti merubah prinsip-prinsip akuntansi yang selama ini telah dipakai menjadi suatu standar akuntansi berlaku secara internasional. Hal ini kemungkinan besar tidak akan dapat tercapai dalam waktu dekat, mengingat kendala yang dihadapi antaralain: (1) standar akuntansi sangat berhubungan dengan sistem perpajakan. Sistem perpajakan setiap negara bervariasi. Jika prinsip akuntansi distandarkan secara internasional, berarti sistem perpajakannya juga harus distandarkan secara internasional, masalahnya mungkinkah ini terjadi? (2) standar akuntansi adalah suatu kebijakan akuntansi yang dibuat berdasarkan kebutuhan politik dan ekonomi suatu negara. Politik dan ekonomi setiap negara bervariasi, sehingga masalah politik dan ekonomi akan selalu menjadi hambatan dalam adopsi IFRS secara utuh dalam suatu negara.