Sabtu, 08 Desember 2012

Kewajiban Pajak Bagi Wajib pajak orang pribadi Karyawan yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas (WPOP Karyawan).


Kewajiban Pajak Bagi Wajib pajak orang pribadi Karyawan yang
tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas (WPOP Karyawan).


1. WPOP Karyawan yang hanya memperoleh penghasilan dari satu
pemberi kerja.


Wajib Pajak Orang Pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau
pekerjaan bebas (berstatus sebagai karyawan) dan hanya bekerja pada
satu pemberi kerja tidak memiliki kewajiban untuk membayar pajak
sendiri setiap bulan atas penghasilan yang diterima/ diperoleh
sehubungan dengan pekerjaan. WP Orang Pribadi ini juga tidak memiliki
kewajiban untuk membuat laporan (Surat Pemberitahuan Masa) ke Kantor
Pelayanan Pajak setiap bulan.

Perusahaan tempat wajib pajak bekerja (pemberi kerja) memiliki
kewajiban untuk memotong pajak atas penghasilan sehubungan pekerjaan
yang dibayarkan/terutang kepada karyawannya setiap bulan dan
menyetorkannya ke Kas Negara serta melaporkannya ke kantor pelayanan
pajak setempat. Oleh karena itu gaji yang diterima oleh wajib pajak
orang pribadi yang berstatus sebagai karyawan adalah gaji bersih
setelah dipotong pajak penghasilan. Pajak yang terutang atas
Penghasilan sehubungan dengan pekerjaan dikenal dengan istilah PPh
Pasal 21.

Kewajiban yang harus dilakukan oleh WPOP yang berstatus sebagai
karyawan adalah menyampaikan laporan tahunan (menyampaikan SPT
Tahunan PPh Orang Pribadi) dengan formulir yang telah disediakan.
(Form 1770-S). Apabila wajib pajak orang pribadi ini tidak
menerima/memperoleh penghasilan lain selain dari penghasilan yang
diperoleh dari satu pemberi kerja, maka pada saat menyampaikan SPT
Tahunan tidak akan terdapat PPh yang kurang dibayar.

SPT Tahunan PPh Orang Pribadi ini paling lambat harus dilaporkan 3
bulan setelah berakhirnya tahun pajak (pada tanggal 31 Maret tahun
berikutnya). Jika Wajib Pajak terlambat menyampaikan SPT 1770-S
tersebut maka akan dikenakan sanksi administrasi atas keterlambatan
sebesar Rp 100.000,-. Besarnya sanksi keterlambatan penyampaian SPT
PPh OP ini dalam RUU Pajak th 2005 diusulkan menjadi sebesar Rp
250.000,-

Bagi wajib pajak yang tidak menyampaikan SPT atau menyampaikan SPT
tetapi isinya tidak benar, atau tidak lengkap, atau melampirkan
keterangan yang isinya tidak benar sehingga dapat menimbulkan
kerugian pada pendapatan negara diancam dengan sanksi pidana dan
denda. Bagi wajib pajak yang tidak menyampaikan SPT atau menyampaikan
SPT tetapi isinya tidak benar karena kealpaannya, diancam dengan
sanksi pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan atau denda
paling tingi 2 (dua) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau
kurang dibayar.

Sementara bagi wajib pajak yang dengan sengaja tidak menyampaikan
surat pemberitahuan atau menyampaikan surat pemberitahuan dan atau
keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap sehingga dapat
menimbulkan kerugian pada pendapatan negara dipidana dengan pidana
penjara paling lama enam (enam) tahun dan denda paling tinggi 4
(empat) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar.

2. WPOP Karyawan yang memperoleh penghasilan lain yang bukan
obyek PPh Final.


Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha
atau pekerjaan bebas (WPOP Karyawan) yang memperoleh penghasilan
lain selain dari satu pemberi kerja, baik karena bekerja pada lebih
dari satu pemberi kerja maupun memiliki penghasilan lain selain dari
pekerjaan dan penghasilan lain tsb bukan merupakan obyek PPh final,
maka selain diwajibkan untuk melaporkan SPT Tahunan (SPT 1770-S) juga
memiliki kewajiban untuk membayar dan melaporkan PPh pasal 25 setiap
bulan.

Besarnya PPh Pasal 25 yang harus dibayar oleh wajib pajak dihitung
berdasarkan PPh yang terutang dalam SPT Tahunan tahun sebelumnya
setelah dikurangi dengan pemotongan yang dilakukan pihak lain yang
dapat dikreditkan dan dibagi 12 (dua belas).
Jatuh tempo pembayaran PPh pasal 25 adalah tanggal 15 bulan
berikutnya. Jika jatuh tempo pembayaran jatuh pada hari libur, maka
pembayaran dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya. Pembayaran
Angsuran PPh pasal 25 ini, wajib dilaporkan ke kantor pelayanan
pajak tempat wajib pajak terdaftar paling lambat tanggal 20 bulan
berikutnya. Apabila jatuh tempo pelaporan jatuh pada hari libur maka
penyampaian SPT Masa PPh pasal 25 harus dilakukan pada hari kerja
sebelumnya.

Apabila wajib pajak terlambat melakukan pembayaran PPh pasal 25, maka
akan dikenakan sanksi bunga sebesar 2%/bulan, maksimum 24 bulan
(48%). Sedangkan atas keterlambatan penyampaian SPT Masa PPh 25 akan
dikenakan sanksi sebesar Rp 50.000/ SPT Masa. Seperti halnya dengan
sanksi keterlambatan penyampaian SPT Tahunan, dalam RUU Perpajakan th
2005 besarnya sanksi keterlambatan penyampaian SPT masa diusulkan
menjadi sebesar Rp 100.000,-/ SPT Masa.

3. WPOP Karyawan yang memperoleh penghasilan lain yang merupakan
obyek PPh Final.


Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha
atau pekerjaan bebas (WPOP Karyawan) yang memperoleh penghasilan
lain selain dari satu pemberi kerja, dan memiliki penghasilan lain
yang merupakan obyek PPh final, maka selain diwajibkan untuk
melaporkan SPT Tahunan (SPT 1770-S) juga memiliki kewajiban untuk
membayar dan melaporkan PPh final pasal 4 (2).

Jenis penghasilan lain yang merupakan obyek PPh final dan pembayaran
PPh-nya wajib dilakukan sendiri oleh penerima penghasilan (Wajib
pajak) adalah sebagai berikut :

• Penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan;
WPOP Karyawan yang menerima/memperoleh penghasilan dari transaksi
pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan diwajibkan membayar PPh
final pasal 4 (2). Besarnya PPh yang terutang atas transaksi
pegalihan hak atas tanah dan/atau bangunan ini adalah sebesar 5% dari
nilai yang tertinggi antara nilai pengalihan (nilai transaksi) dengan
nilai NJOP.

• Penghasilan dari persewaan tanah dan/atau bangunan;
Penghasilan yang dierima/diperoleh oleh WPOP karyawan dari kegiatan
persewaan tanah dan atau bangunan juga merupakan obyek PPh final
pasal 4 (2). Dalam hal penyewa adalah bukan pemotong pajak, maka PPh
yang terutang atas penghasilan dari transaksi persewaan tanah dan
atau bangunan wajib dibayar sendiri oleh penerima penghasilan.
Besarnya PPh yang terutang atas transaksi ini adalah sebesar 10% dari
jumlah bruto nilai persewaan. Apabila penyewa adalah pemotong pajak
(i.e. WP Badan), maka pelunasan PPh final atas transaksi ini
dilakukan melalui pemotongan oleh pihak penyewa. Pemotong pajak
(penyewa) wajib memberikan bukti pemotongan (Bukti Potong PPh Final
pasal 4 (2)) kepada wajib pajak (penerima penghasilan) .

Batas waktu pembayaran PPh Final PS 4 (2) atas transaksi ini adalah
tanggal 15 bulan berikutnya. Sedangkan batas waktu pelaporan adalah
tanggal 20 bulan berikutnya.

• Penghasilan dari Usaha Jasa Konstruksi ;
Penghasilan yang diterima/diperoleh oleh WPOP Karyawan dari kegiatan
Jasa Konstruksi (sebagai usaha sampingan misalnya), Apabila pemakai
jasa bukan merupakan pemotong pajak, maka PPh-nya wajib dibayar
sendiri oleh wajib pajak. Namun apabila pemakai jasa merupakan
pemotong pajak, maka PPh yang terutang atas kegiatan ini pelunasannya
dilakukan melalui pemotongan oleh pemakai jasa. Pemotong pajak
(Pemakai jasa) wajib memberikan bukti potong. Besarnya PPh final
pasal 4 (2) yang terutang atas penghasilan dari kegiatan jasa
konstruksi adalah sbb :

a) Jasa Perencanaan Konstruksi ==> 4% (empat persen) dari jumlah
bruto;
b) Jasa Pelaksanaan Konstruksi ==> 2% (dua persen) dari jumlah
bruto;
c) Jasa Pengawasan Konstruksi ==> 4% (empat persen) dari jumlah
bruto.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar